ETIKA PROFESI TEKNOLOGI & KOMUNIKASI
ETIKA PROFESI TEKNOLOGI & KOMUNIKASI
TUGAS 1 "KELOMPOK 11"
NAMA : EKI DWI PUTRA (12162223)
1. Berikan 3 contoh perubahan proses bisnis / sosial akibat teknologi yang "Melunturkan" nilai etika tradisional. untuk tiap contoh, sebutkan teknologinya, model kerjanya, nilai etika tradisional yang hilang.
1. Proses jual beli
A. Model Kerja
• Pada teknologi modern masa kini, jual-beli dilakukan di mal-mal seperti carefour ataupun melalui internet dengan menggunakan jasa paypal atau melalui transfer rekening.
B. Nilai Etika Tradisional Yang Hilang
• Tidak adanya tawar menawar dalam proses jual-beli
• Kehilangan rasa saling mengenal dan silaturahmi antar pembeli dan
penjual
Jaman dahulu orang melakukan proses transaksi jual beli di pasar.disini terdapat seni/tradisi jual beli yaitu saling tawar menawar.karena kemajuan teknologi, orang-orang mulai melakukan proses jual-beli di mal-mal atau bahkan melakukan jual-beli di internet seperti menggunakan paypal atau sejenisnya. hal ini justru menghilangkan etika tradisional tawar menawar.dengan adanya mal-mal seperti carefour atau yang sejenisnya saja kita sudah kehilangan seni/tradisi tawar menawar, karena di mal-mal tersebut tidak ada barang yang bisa di tawar. apalagi dengan adanya paypal, kita jadi kehilangan etika saling silaturahmi, karena dengan adanya paypal, kita jadi tidak bisa bertemu langsung dengan si penjual. yang otomatis kita tidak bisa bertemu dengan pembelinya.
2. Situs jejaring social
A. Model kerja
• Pada Model kerja masa kini, orang-orang lebih mengutamakan berkomunikasi dengan menggunakan situs jejaring social seperti facebook, twitter, dll
B. Nilai etika tradisional yang hilang
• Orang jadi lebih sering berada di dunia maya sehingga menyebabkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar menjadi kurang.
• Sama seperti contoh “Orang berzakat melalui SMS”. Seperti implikasi silaturahmi yang tertunda.
• Hilangnya kode etik dan rasa takut untuk melakukan hal-hal yang berbau pornografi dan pornoaksi
Kepekaan terhadap lingkungan sekitar menjadi kurang biasanya terjadi apabila kita terlalu sering berada di dunia maya, sehingga kita tidak bisa tau apa yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Banyak orang yang enggan keluar dari rumah karena sudah merasa cukup mendapatkan informasi melalui internet. Kebanyakan orang tersebut memang mendapatkan informasi yang dia inginkan, tapi apakah semua informasi ada di internet?
bagaimana apabila tetangga atau orang di sekitarnya mengalami masalah keuangan?
apakah akan di “umbar” di internet?
bagaimana kalau orang itu tidak mempunyai akses internet?
Bisa sa ja karena hal-hal tersebut kita menjadi jarang keluar rumah. Hal ini tentu saja berpengaruh pada rasa persaudaraan kita yang hilang.
Dengan adanya situs jejaring social juga sudah menghilangkan rasa takut pada diri kita untuk melakukan hal-hal yang berbau pornoaksi dan pornografi. Misalnya saja masa kini sudah ada yang namanya “facebook of sex”. Pada facebook tersebut, tidak sedikit orang yang “mengumbar” aurat mereka. Dan kita sebagai pengguna/pemakau sudah merasakan hal yang lumrah untuk melihat hal-hal tersebut. sudah tidak ada lagi rasa takut/rasa berdosa untuk melihat hal-hal tersebut karena sudah tidak merasa diawasi lagi.
3. Teknologi Handphone
Banyak sekali etika yang hilang dikarenakan teknologi ini, antara lain :
- Dapat merusak generasi muda yang masih di bawah umur ataupun pelajar yang memiliki Handphone.
- Teknologi Handphone juga dapat mempengaruhi akan perubahan kebiasaan dalam diri setiap orang. Misalnya dalam suatu acara pernikahan, berhubung dengan jauhnya jarak ataupun mungkin dengan alasan karena keakraban seseorang maka dalam acara pernikahan tersebut tidak diperlukan suatu undangan untuk memenuhi panggilan acara pernikahan tersebut. Sehingga
cukup dengan sms ataupun telpon untuk memberitahukan untuk datang ke acara pernikahan tersebut. Hal tersebut dapat mengakibatkan nilai etika yang hilang seperti kurangnya tali silaturahmi secara face to face, serta melanggar norma kesopanan dalam bermasyarakat.
2. Pelanggaran terhadap etika akan mendapatkan sanksi sosial dan sanksi hukum. Kapan pelanggara etika memperoleh sanksi sosial dan memperoleh sanksi hukum. Berikan contoh ?
Pelaku penipuan dapat dijerat dengan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”), akan tetapi dapat juga dijerat dengan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (“UU ITE”) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 20016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 Informasi dan Transaksi Elektronik apabila penipuan dilakukan secara online.
Menjawab pertanyaan Anda pasal mana yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku penipuan jual beli online,
maka bergantung pada pihak penegak hukum untuk menentukan kapan harus
menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE.
Namun, pada praktiknya pihak penegak hukum dapat mengenakan pasal-pasal berlapis
terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana
penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi
unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang
unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penegak hukum dapat menggunakan
kedua pasal tersebut.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 20016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan rumusan pasal sebagai berikut:
Barang siapa
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat
(hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang,
diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Walaupun
UU ITE dan perubahannya tidak secara khusus mengatur mengenai tindak
pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam
transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:
Setiap
Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik.
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE ini diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yakni:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar